Kita terlalu miskin, sehingga tidak mempunyai makanan langsung. Kita terlalu
lapar. Tiada makanan. Nyawa sudah berada di halkum. Tanpa makanan, kita bakal
mati.
Kita meminta makanan dari manusia yang kaya. Dengan kesombongan, mereka
tidak membantu. Kita sedih. Kita pasrah. Kita akur. Kita mula menangis
sekuat-kuat hati. Fikiran kita hanya memikirkan soal mati.
Manusia dikeliling kita, sudah dirasakan tidak berharga. Kata mula
anggap mereka mementingkan diri. Mereka hanya fikirkan dunia mereka, tanpa
memikirkan manusia lemah yang lain.
Sedang kita sudah tidak dapat menahan kesedihan, tiba-tiba datang
seorang manusia yang melemparkan senyuman kepada kita. Senyumannya cukup
menenangkan jiwa. Senyumannya penuh dengan keikhlasan.
Dipimpin tangan kita dengan penuh kasih sayang. Di ajak menaiki kereta
mewahnya. Dengan pakaian yang kotor dan compang camping, kita tidak tergamak
untuk duduk di kerusi dalam kereta mewah itu. Tetapi dia tetap menyuruh kita
duduk dalam keretanya tanpa segan dan silu.
Kereta itu meluru laju menuju arah tidak diketahui. Rupa-rupanya menuju
ke rumahnya yang penuh dengan kemewahan.
Seni bina rumah cukup menyamankan hati bagi yang melihatnya.
Dipimpin tangan kita ke dewan makan. Disana terdapat berbagai makanan
yang enak-enak. Dilihat semua makanan itu, semuanya cukup menyelerakan. Ternyata
selari dengan kehendak liur kita.
Ketika itu, kita mula memikirkan tentang manusia angkuh yang membiarkan
kita kelaparan sehingga hampir kepada kematian. Merenung pula kepada tuan rumah
itu, kita merasakan betapa kasih sayangnya cukup tinggi.
Cuba kita bayangkan, apa perasaan kita jika kita berhadapan dengan
manusia begitu? Sudah pasti, agak sukar kita fikirkan tentang Kebaikannya.
Namun, yakinilah kebaikan Allah kepada kita lebih dari itu. Tetapi, amat
jarang kita mensyukurinya…
Ya Allah, hadiahkan sayang-Mu kepadaku..
Wallahu ‘Alam
Tiada ulasan:
Catat Ulasan